Bencana Banjir Rob di Kota Pekalongan

Aerial view banjir rob di Kota Pekalongan Sumber: Kompas

 “…Sekitar 30 tahun lagi Kota Pekalongan akan tenggelam…”.

Pernyataan dari Dr. Heri Andreas, peneliti Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dimuat dalam Harian Kompas merupakan salah satu pernyataan yang cukup mengejutkan (bahkan terdengar bombastis) dan harusnya menjadi perhatian yang serius bagi semua kalangan masyarakat (“Tanggul Rob Tidak Efektif,” 2019). Menurut penelitiannya, penurunan permukaan tanah yang mencapai 10-20 centimeter per tahun telah berdampak signifikan pada banjir rob berkepanjangan di pesisir pantai utara Kota Pekalongan dalam satu dekade terakhir dimana jika tidak ditangani dengan serius dan berkelanjutan, dalam waktu dekat Kota Pekalongan tinggal sekedar nama saja. Terlebih sampai saat ini belum adanya kajian komprehensif terkait persoalan banjir rob, terutama mengenai penurunan permukaan tanah yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama banjir rob (Utami, 2019c).

Kota Pekalongan merupakan salah satu wilayah pesisir utara Jawa yang terdampak banjir rob cukup parah. hal ini makin diperkuat dengan pernyataan diatas, bahwa tanpa penanganan yang berkelanjutan dan komprehensif terhadap banjir rob, Kota Pekalongan akan selalu digenangi rob dan yang paling ekstrim, tenggelam dalam rentang 30 tahun ke depan. Dampak banjir akibat limpasan air laut atau rob di pesisir utara Pekalongan, Jawa Tengah, tiga tahun terakhir bahkan semakin parah. Selain menghambat aksesibilitas dan aktivitas, rob juga menyebabkan sebagian warga kehilangan mata pencaharian. Hal ini dapat dilihat melalui catatan Kompas, bahwa luas areal terdampak rob telah mencapai 13,5 kilometer persegi atau sekitar 30 persen dari luas keseluruhan Kota Pekalongan 45 kilometer persegi. Sejak 11 tahun lalu, rob semakin mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Ketinggian rob di setiap daerah beragam mulai dari 5 sentimeter hingga 50 sentimeter (Utami, 2019a).

Di Kota Pekalongan setidaknya terdapat dua wilayah yang terdampak banjir rob, yakni Kecamatan Pekalongan Utara dan sebagian Kecamatan Pekalongan Barat, Pekalongan Utara yang terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan: Kelurahan Krapyak, Kandang Panjang, Panjang Wetan, Padukuhan Kraton, Degayu, Bandengan dan Panjang Baru, dinilai sebagai wilayah yang paling parah terendam banjir rob bahkan beberapa pemukiman sudah ada yang tenggelam. Setidaknya banjir rob yang telah melanda Kota Pekalongan dalam 10 tahun terakhir sedikit banyak telah mengubah tatanan kehidupan sebagian masyarakat terdampak. Warga terdampak hanya memiliki dua pilihan: memilih pindah dari lingkungannya atau bertahan hidup di tengah genangan rob sambal terus beradaptasi. Salah satu upaya adaptasi yang dapat dilihat seperti perombakan rumah-rumah masyarakat yang dibuat menjadi lebih tinggi agar air tidak masuk rumah, masyarakat meninggikan lantai dalam rumah dengan cara menguruk lantai dengan batu dan pasir.(Utami, 2019c)

Beberapa cerita masyarakat terdampak banjir rob sepertinya penting untuk dikemukakan, bagaimana mereka yang memilih bertahan dan terus beradaptasi dengan kondisi yang demikian atau yang terpaksa memilih pergi dari lingkungannya karena sudah tidak memungkinkan lagi. Seperti cerita Utomo (52) warga Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, yang sudah dalam 3 tahun terakhir bertahan di tengah-tengah rob. Ia yang awalnya meupakan buruh tani kemudian beralih menjadi buruh di tambak, yang mana keahlian dalam mengelola kegiatan tambak tidak dimilikinya, hal ini terpaksa dilakukan karena lahan sawah yang dulu ia kerjakan sudah tenggelam. Begitu pula dengan cerita masyarakat lainnya yang mewakili mereka yang pindah dari tempat tinggal sebelumnya yang terdampak rob, seperti Muhammad (40) warga Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, yang sudah dua kali dalam kurun delapan tahun terakhir ia dan keluarganya pindah dari rumah yang sudah tenggelam akibat banjir rob. Padahal menurut pengakuannya, lima tahun sebelumnya banjir rob belum sampai ke rumahnya, air rob datang lebih cepat dari yang diprediksikan (Utami, 2019b). 

Sumber:

Tanggul Rob Tidak Efektif. (2019, Juni 13). Harian Kompas.

Utami, K. (2019a, Juni 13). 30 Persen Wilayah Pekalongan Terdampak Rob. Harian Kompas. https://kompas.id/baca/utama/2019/06/13/30-persen-wilayah-pekalongan-terdampak-rob/

Utami, K. (2019b, Juni 17). Tatanan Kehidupan Warga Terdampak Rob Berubah. Harian Kompas.

Utami, K. (2019c, November 22). Belum Ada Kajian Komprehensif, Warga Pesisir Pekalongan Diminta Beradaptasi. Harian Kompas. https://kompas.id/baca/nusantara/2019/11/22/belum-ada-kajian-komprehensif-warga-pesisir-diminta-beradaptasi/


Comments

Popular Posts