Panggung Sandiwara


Biarpun engkau tidak dilihat
biarpun engkau tidak diminat
engkau pun turut menjaga Zaman

Sanusi Pane, Teratai, 1931.

Belakangan ini terlintas dalam lintasan pikiran tentang bagaimana kita berperan dalam panggung dunia yang menakjubkan ini. Panggung dunia yang berdiri megah, disoroti lampu yang berlkilau menyita pandangan mata, dimana manusia-manusia mengambil peran dalam berlangsungnya pentas sandiwara.

Pemeran utama adalah peran prestisius yang paling banyak manusia ingin memerankannya, baik protagonis pun antagonis, semua dipuja, semua dicerca, semua berlomba menjadi yang utama. Pemeran pembantu, sekedar pelengkap saja, seperti garam dalam masakan ibu rumah tangga. Meski terkadang jadi kesukaan khalayak manusia, semua dipuja, semua dicerca.

Di depan panggung, ada sutradara, bangku, lampu dan penonton yang siap-siap bersorak. Di belakang panggung, ada manusia-manusia yang berpeluh menyangga panggung dari pentas yang sedang berlangsung. Di belakang panggung, tidak ada yang dipuja, dicerca biasa.

Pada akhirnya, di garis akhir lintasan pikiran, muncul sebuah konklusi. Utama atau pembantu, di atas, depan atau belakang panggung, besar atau kecil, tampil atau tidak, sebentar atau lama, potensi atau biasa saja, dipuja atau dicerca. Semua penting, semua berperan.

Ya, semua penting dalam berlangsungnya pentas di panggung dunia yang menakjubkan ini. 


Engkau pun turut menjaga zaman...

[nf]

Comments

Popular Posts